Senin, 14 Februari 2011

hadis tentang tayamum

Diposting oleh Zieza Cubby di 00.59 0 komentar
TAYAMUM
a. Pendahuluan



Tayammum adalah pengganti wudhu` dan mandi janabah sekaligus. Yaitu pada saat air tidak ditemukan atau pada kondisi-kondisi lainnya yang akan kami sebutkan. Maka bila ada seseorang yang terkena janabah, tidak perlu bergulingan di atas tanah, melainkan cukup baginya untuk bertayammum saja. Karena tayammum bisa menggantikan dua hal sekaligus, yaitu hadats kecil dan hadats besar. Tapi ada beberapa hal yang bisa menjadikan tayamum batal seperti Segala yang membatalkan wudhu` sudah tentu membatalkan tayammum. Sebab tayammum adalah pengganti dari wudhu`.Selain itu bila ditemukan air, maka tayammum secara otomatis menjadi gugur. Demikian juga bila halangan untuk mendapatkan air sudah tidak ada, maka batallah tayammum.
Tayammum disyari'atkan berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah serta Ijma'. Firman Allah S.W.T:(An-Nisa':43)
" Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci): Sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun."
Berdasarkan hadis Abu 'Umamah al-Bahili, bahawa Nabi S.A.W bersabda: (Riwayat Ahmad)
"Seluruh bumi dijadikan bagiku dan bagi umatku sebagai masjid dan alat bersuci. Maka di mana pun seseorang dari umatku harus mengerjakan solat, di situ pulalah terdapat alat untuk bersuci.”
b. pembahasan
Hadis utama
Riwayat abu daud
338حدثنا محمد بن إسحاق المسيبي، أخبرنا عبد اللّه بن نافع، عن الليث بن سعد، عن بكر بن سوادة، عن عطاء بن يسار، عن أبي سعيد الخدري قال:خرج رجلان في سفرٍ فحضرت الصلاة وليس معهما ماء، فتيمما صعيداً طيِّباً فصليا، ثم وجدا الماء في الوقت، فأعاد أحدهما الصلاة والوضوء ولم يُعِدِ الآخر، ثم أتيا رسول اللّه صلى الله عليه وسلم فذكرا ذلك له، فقال للذي لم يعد: "أصبت السُّنَّة وأجزأتك صلاتك" وقال للذي توضأ وأعاد: "لك الأجر مرَّتين".( رواه أبو داود)
Dari At-tha’ bin yasar, dari Abu sa’id Al-khudri, ia berkata : dua orang laki-laki dalam satu pepergian, lalu datang waktu sholat padahal keduanya tidak membawa air, kemudian kedua orang itu bertayamum dengan debu yang bersih, lantas keduanya bersembahyang, kemudian ( selesai sembahyang) menjumpai air dalam waktu itu. Lalu salah seorang dari padanya mengulangi wudlu’ dan sembahyang, sedang yang lain tidak mengulangi. Kemudian kedua orang itu menghadap Rasulullah SAW.,lalu menceritakan hal itu keduanya, lantas Nabi bersabda kepada orang yang tidak mengulangi: “Engkau mencocoki sunnah dan sembahyang sudah memadai.” Dan terhadap orang yang wudlu dan mengulangi, ia bersabda: bagimu pahala dua kali”. (HR.Imam abu daud).

Hadis pendukung
Riwayat imam an-nasa’i
أخبرنا مسلم بن عمر بن مسلم قال حدثنا بن نافع عن الليث بن سعد عن بكر ابن سوادة عن عطاء بن يسارعن أبي سعيد أن رجلين تيمما وصليا ثم وجدا ماء في الوقت فتوضأ أحدهما وعاد لصلاته ما كان في الوقت ولم يعد الآخر فسألا النبي صلى الله عليه وسلم فقال للذي لم يعد أصبت السنة وأجزأتك صلاتك وقال للآخر أما أنت فلك مثل سهم جمع. (رواه النسائ)

Riwayat imam Ahmad dan at-tirmidzi
عن أبي ذار: أن رسول الله صلي الله عليه وسلم قال : إن الصعيد الطيب طهور المسلم، وإن يجد المال عشر سنين. فإذا وجد الماء فليمسه بشرته، فإن ذلك خير.(رواه الترمذي وإمام أحمد).


Riwayat imam bukhari
329حدثنا زكرياء بن يحيى قال: حدثنا عبد الله بن نمير قال: حدثنا هشام بن عروة، عن أبيه، عن عائشة:
أنها استعارت من أسماء قلادة فهلكت، فبعث رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلا فوجدها، فأدركتهم الصلاة وليس معهم ماء، فصلوا، فشكوا ذلك إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأنزل الله آية التيمم، فقال أسيد بن حضير لعائشة: جزاك الله خيرا، فوالله ما نزل بك أمر تكرهينه، إلا جعل الله ذلك لك وللمسلمين فيه خيرا. (رواه بخاري)

c. Tahrij hadis
1. Muhammad bin Ishaq Al-musaiby
a. Nama lengkap : Muhammad bin Ishaq bin Muhammad bin Abdurrahman
Al-quraisy Al-mahzumi Al-musaiby, Abu abdullah al-madani.
Beliau wafat pada tahun 236H.
b. Guru : Ibrahim bin Ali bin Hasan bin Ali bin Abi rofi’ ar-rofi’i, Ishaq
Bin Muhammad Al-musaibi(ayahnya), Abi dhomroh Anas bin
‘iyad, Sufyan bin Uyainah, Sulaiman bin Daud bin Qois
al-firo’Abdullah bin muhammad bin yahya bin ‘urwah bin
zubair,Abdullah bin Nafi’ bin Tsabit bin Zubair,
Abdullah bin Nafi’ As-saigh.
c. Murid : Imam muslim, Abu daud, Ibrahim bin Ishaq Al-harbi.
d. Kredibilitas : menurut Ibnu Hajar bilau termasuk suduq, tapi menurut
Ad-dzahabi beliau termasuk tsiqoh.
2. Abdullah bin nafi’
a. Nama lengkap : Abdullah bin Nafi’ bin Abi nafi’ As-shaigh Al-qurasy
Al-mahzumi mawlahum, Abu Muhammad Al-madani.
Beliau wafat pada tahun 206H.
b. Guru : As-samah bin Zaid Al-laits, Himad bin Abi hamid Al-madani
Khalid bin ilyas, Daud bin Qais al-firo’, al-laits bin sa’ad.
c. Murid : Ibrahim bin M udzir Al-hazami, Ahmad bin Hasan
At-tirmidzi,Ahmad bin Shalih Al-mishri, Qutaibah bin Sa’iq,
Muhammad Bin Ishaq Al-muhasibi.
d. Kredibilitas : Menurut Ibnu Hajar beliau termasuk orang yang tsiqoh shohih
Al-kitab dan Hifdzi layin, dan menurut Ibnu Mu’in beliau
Termasuk orang yang tsiqoh.
3. Al-laits bin sa’ad
a. Nama lengkap : Al-laits bin Sa’ad bin Abdurrahman al-fahmi, Abu al-harits
Al-mishri. Mawla Abdurrahman bin Khalid Al-musafir.
Beliau lahir pada tahun 94H dan wafat pada tahun 175H.
b. Guru : Ibrahim bin Abi ‘iblah, Ibrahim bin Nasyid al-wa’lani, Ishaq
Bin Bajraj Al-mishri, Ayub bin Musa, Bakr bin Siwadah.
c. Murid : Ahmad bin Abdullah bin Yunus, Adam bin Abi ‘iyas,
Ashab bin Abdul aziz, Hijaj bin Muhammad, Abdullah bin
Nafi’ As-shaigh.
d. Kredibilitas : beliau dalam meriwayatkan hadis termasuk orang yang tsiqoh
Faqih imam.
4. Bakr bin siwadah
a. Nama lengkap : Bakr bin Siwadah bin Tsamamah Al-jadzami Al-mishri.
Beliau wafat pada tahun 120H.
b. Guru : Ismail bin Abid, Rabi’ah bin Qais Al-jamaly, Ziyad bin Nafi’,
Ziyad bin Na’im, Sa’id bin Musayyab, Sufyan bin Wahab
Al-khaulani, Abdullah bin Abi maryam, Atho’ bin Yasar.
c. Murid : Ja’far bin rabi’ah, Abdurrahman bin Ziyad bin An’am al-afriqi
Amru bin Haris, Umairoh bin Abi Najiyah,Al-laits binSa’ad.
d. Kredibilitas : beliau termasuk orang yang tsiqoh faqih, dan menurut
Ad-dzahabi beliau termasuk orang yag tsiqoh.
5. Atho’ bin Yasar
a. Nama lengkap : Atho’ bin Yasar Al-halali, Abu muhammad, Abu abdullah
Abu Yasar Al-madani Al-qosh, maula Maimunah.
Beliau wafat di Iskandariyah pada tahun 94H.
b. Guru : Abi bin ka’ab, Asamah bin Zaid, Jabir bin Abdullah,
Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas’ud, Abi darda’, Abi dzar,
Abi rafi’, Abi sa’id al-hudri.
c. Murid : Ismail bin Abdurrahman bin Abi dzu’aib, Bakr bin siwadah
Al-jadzami, Habib bin Abi tsabit.
d. Kredibilitas : menurut Ibnu Hajar Al-asqolani beliau termasuk orang yang
Tsiqoh.
6. Abi sa’id al-hudri
a. Nama lengkap : Sa’ad bin Malik bin Sinan bin Ubaid bin Tsa’labah bin Ubaid
Bin Al- abjar, dan beliau adalah Khudroh bin ‘Auf al- harits,
Bin Khajraj Al-anshori, Abu Sa’id Al-hudri.
Para ulama’ berbeda pendapat tentang tahun wafatnya beliau
63H,64H,dan 65H, tapi menurut Ibnu Hajar beliau wafat pada
tahun 74H di madinah.
b. Guru : beliau berguru langsung kepada Rasulullah SAW, Jabir bin
Abdullah, Zaid binTsabit, Abdullah bin Salam.
c. Murid : Ismail bin Abi Idris, Al-aghor Abu Muslim, Ayub bin Basyir
Al-anshori Al-mu’awi, Atho’ bin Yazid, Atho’ bin Yasar.
d. Kredibilitas : as-shohabi.

e. Validitas hadis
Hadis diatas termasuk hadis shohih muttasil, karena sanadnya bersambung langsung kepada Rasulullah dan dikutip oleh orang yang adil dan cermat dari orang yang sama dan sampai kepada Rasulullah saw, atau kepada sahabat ataupun kepada tabi’in, bukan hadis yang syadz (kontroversial) dan tidak terkena ‘ilat, yang menyebabkannya cacat dalam penerimaannya. Dan termasuk juga hadis marfu’ karena disandarkan kepada Nabi saw, pada khususnya, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun penetapan, baik yang mendarkannya itu sahabat, tabi’in atau orang yang datang sesudahnya, baik sanadnya bersambung atau tidak.
f. Syarah hadis
Hal-hal yang membatalkan tayamum
1. Segala yang membatalkan wudhu` sudah tentu membatalkan tayammum. Sebab tayammum adalah pengganti dari wudhu`.
2. Selain itu bila ditemukan air, maka tayammum secara otomatis menjadi gugur.
3. Demikian juga bila halangan untuk mendapatkan air sudah tidak ada, maka batallah tayammum.
Bila seseorang bertayammum lalu shalat dan telah selesai dari shalatnya, tiba-tiba dia mendapatkan air dan waktu shalat masih ada. Para ulama’ berpendapat bahwa tayammum dan shalatnya itu sudah syah dan tidak perlu untuk mengulangi shalat yang telah dilaksanakan. Sebab tayammumnya pada saat itu memang benar, lantaran memang saat itu dia tidak menemukan air. Sehingga bertayammumnya syah. Dan shalatnya pun syah karena dengan bersuci tayammum. Apapun bahwa setelah itu dia menemukan air, kewajibannya untuk shalat sudah gugur. Namun apabila dia tetap ingin mengulangi shalatnya, dibenarkan juga. Sebab tidak ada larangan untuk melakukannya. Dan kedua kasus itu pernah terjadi bersamaan pada masa Rasulullah SAW. Seperti hadis yang telah diriwayatkan oleh ‘Atha’ bin Yasar.
Dari Atha` bin Yasar dari Abi Said Al-Khudhri ra berkata bahwa ada dua orang bepergian dan mendapatkan waktu shalat tapi tidak mendapatkan air. Maka keduanya bertayammum dengan tanah yang suci dan shalat. Selesai shalat keduanya menemukan air. Maka seorang diantaranya berwudhu dan mengulangi shalat, sedangkan yang satunya tidak. Kemudian keduanya datang kepada Rasulullah SAW dan menceritakan masalah mereka. Maka Rasulullah SAW berkata kepada yang tidak mengulangi shalat,"Kamu sudah sesuai dengan sunnah dan shalatmu telah memberimu pahala". Dan kepada yang mengulangi shalat,"Untukmu dua pahala". (HR. Abu Daud 338 dan An-Nasa`i 431).
Dalam syarah Nailul author dijelaskan bahwa jika seseorang menjumpai air, maka hendaklah ia usapkan air itu pada kulitnya itu, untuk wajibnya mengulangi sholat bagi orang yang mendapatkan air sebelum selesai sholat, dan itu adalah istidlal yang benar, karena hadis ini muthlaq (terlepas); untuk orang yang mendapatkan air sesudah waktu, sebelum keluarnya waktu dalam keadaan sholat dan sesudah sholat, sedangkan hadis Abu Sa’id yang terdahulu adalah terikat (muqoyyad), yaitu untuk orang yang mendapatkan air dalam waktu, sesudah selesai sholat. Jadi gambaran kemuthlaqan hadis ini keluar oleh hadis Abu Sa’id (H.464).
g. Kesimpulan
Jadi, apabila ada orang yang bertayamum pada awal waktu sholat, dan kemudian sholat, kemudian setelah selesai sholat menemukan air dalam waktu itu, maka orang itu tidak perlu mengulangi sholat lagi, tapi apabila orangnya itu mengulangi sholat maka pahala baginya.

DAFTAR PUSTAKA
- Abu daud, sunan abu daud
- Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al- Mughiroh al-Bukhori. Shohih Bukhari. Kitab: At-tayamum.
- Al-maktabah al-syamilah, Kitab Tahdhib al-kamal.
- Al-maktabah al-syamilah, kitab Sunan an-Nasa’i.
- Mammil hamidi,Dkk. Terjemahan Nailul Author Himpunan hadis-hadis hukum jilid 1. PT. Bina Ilmu: Surabaya.
- . http://www.kias.edu.my/tayamum.htm
- Subhi As-shalih.Drs: Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2007.

hadis tentang kawin mut'ah

Diposting oleh Zieza Cubby di 00.53 0 komentar
NIKAH MUT’AH
Pendahuluan
Pernikahan merupakan sunnah Rosul yang harus dilakukan oleh umat islam, banyak perintah Allah dalam Al-qur’an untuk melaksanakan pernikahan, seperti dalam surat An-nur ayat 32:
                   
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.(QS.An-nur:32).
Adapun hikmah dari pernikahan itu sendiri adalah menghalangi mata dari melihat-hal yang tidak diizinkan syara’, dan menjaga kehormatan diri dari terjatuh pada kerusakan seksual. Seperti yang disabdakan Nabi yang berasal dari Abdullah bin Mas’ud.
حدثنا عمر بن حفص بن غياث: حدثنا أبي: حدثنا الأعشى قال: حدثني عمارة: عن عبد الرحمن بن يزيد قال:دخلت مع علقمة الأسود على عبد الله، فقال عبد الله: كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم شبابا لا نجد فقال لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم: (يا معشر الشباب، من استطاع الباءة فليتزوج، فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه بالصوم، فإنه له وجاء).(رواه متفق عليه)
Wahai para pemuda, siapa diantaramu telah mempunyai kemampuan untuk kawin, maka kawinlah; karena perkawinan itu lebih menghalangi penglihatan (dari maksiat) dan lebih menjaga kehormatan (dari kerusakan seksual). Siapa saja yang belum mampu hendaklah berpuasa; karena puasa itu baginya akan mengekang syahwat.(HR.Bukhari dan Muslim).
Tapi, ada beberapa jenis pernikahan yang saat ini banyak diperbincangkan oleh masyarakat. seperti halnya nikah sirri ataupun nikah mut’ah. secara etimologis, kawin kontrak mempunyai pengertian ”kenikmatan” dan ”kesenangan”. Dalam hukum islam, definisi nikah mut’ah adalah pernikahan untuk masa tertentu dalam arti pada waktu akad dinyatakan masa tertentu, yang bila masa itu telah datang, pernikahan terputus dengan sendirinya. Nikah mut’ah saat ini masih dijalankan oleh penduduk iran yang bermadzhab Syi’ah Imamiyah dan disebut dengan nikah munqati’.
Mengenai nikah mut’ah akan dijelaskan dalam pembahasan makalah ini.
Hadis utama
Riwayat imam at-tirmidzi
حدثنا محمود بن غيلان أخبرنا سفيان بن عقبة أخو قبيصة بن عقبة أخبرنا سفيان الثوري عن موسى بن عبيدة عن محمد بن كعب عن ابن عباس قال: إنما كانت المتعة في أول الإسلام كان الرجل يقدم البلدة ليس له بها معرفة فيتزوج المرأة بقدر ما يرى أنه يقيم فتحفظ له متاعه وتصلح له شيأه حتى إذا نزلت الآية {إلا على أزواجهم أو ما ملكت أيمانهم} قال ابن عباس: فكل فرج سواهما فهو حرام.
Dan dari muhammad bin ka’ab dari ibnu abbas, ia berkata: sebenarnya kawin mut’ah itu hanya terjadi pada permulaan islam, yaitu seseorang datang kesuatu negeri, dimana ia tidak memiliki pengetahuan tentang negeri itu. Lalu ia mengawini seseorang perempuan selama ia mukim (di tempat itu) lalu perempuan itu memelihara barangnya dan melayani urusannya sehingga turunlah ayat ini (“ kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba yang mereka miliki”-QS.Al-mu’minun:6”). Ibnu Abbas berkata : maka setiap persetubuhan selain dengan dua jalan itu (nikah dan pemilikan hamba) adalah haram. (HR.At-tirmidzi).
1407 حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وابن نمير وزهير بن حرب. جميعا عن ابن عيينة. قال زهير: حدثنا سفيان بن عيينة عن الزهري، عن الحسن وعبدالله ابني محمد بن علي، عن أبيهما، عن علي ؛ أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى، عن نكاح المتعة، يوم خيبر. وعن لحوم الحمر الأهلية.
Dan dari Ali, bahwa sesungguhnya Nabi saw melarang nikah mut’ah dan daging himar piaraan pada waktu perang khaibar.(HR.imam muslim).

Hadis pendukung
Riwayat imam muslim
1406. حدثنا إسحاق بن إبراهيم. أخبرنا يحيى بن آدم. حدثنا إبراهيم بن سعد عن عبدالملك بن الربيع بن سبرة الجهني، عن أبيه، عن جده قال:أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم بالمتعة، عام الفتح، حين دخلنا مكة. ثم لم نخرج منها حتى نهانا عنها.
Riwayat Ahmad dan Imam muslim
2494. وفي رواية :أنه كان مع النبي صلى الله عليه وسلم فقال: يأيها الناس إني كنت أذنت لكم في الإستمتاع من النساء وإن الله قد حرم ذلك إلى يوم القيامة فمن كان عنده منهن شئ فليخل سبيله ولا تأخذوا مما اتيتموهن شيئا.(رواه أحمد ومسلم).

Riwayat Ahmad dan Abu daud
2496. وفي رواية عنه: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم. في حجة الوداع نهى عن نكاح المتعة.
(رواه أحمد وأبو داود)
Pembahasan
Larangan nikah mut’ah menurut para ulama’
1. Menurut Al-khattabi: “Pengharaman nikah mut’ah berdasarkan ijma’, kecuali sebagian syi’ah dan tidak sah qa’idah mereka yang menyatakan untuk ‘mengembalikan perselisihan kepada Ali’, padahal telah shahih dari Ali pendapatnya bahwa nikah mut’ah telah dihapus hukumnya.”
2. Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan,nikah mut’ah dihalalkan pada tahun al-Fath (Fathul Makkah/penaklukan kota Makkah) dan dilarang pada tahun yang sama, di mana para sahabat telah berdiam selama 30 hari di sana. Sedang menurut Imam Nawawi, pengharaman dan pembolehan ini terjadi dua kali. Pertama, sebelum Khaibar diperbolehkan dan dilarang saat Khaibar pula. Kedua, diperbolehkan pada masa al-Fath yaitu pada hari-hari authas (masa perang Hunain dan Tha’if, 8 H/630 M),dan pada tahun itu juga diharamkan selama-lamanya.
3. Al-Imam Al-Muzani rahimahullah berkata: “Telah sah bahwa nikah mut’ah dulu pernah diperbolehkan pada awal-awal Islam. Kemudian datang hadits-hadits yang shahih bahwa nikah tersebut tidak diperbolehkan lagi. Kesepakatan ulama telah menyatakan keharaman nikah tersebut.” (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1404 karya An-Nawawi)
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai manusia! Sesungguhnya aku dulu pernah mengizinkan kalian untuk melakukan nikah mut’ah. Namun sekarang Allah ‘azza wa jalla telah mengharamkan nikah tersebut sampai hari kiamat.” (HR. Muslim)
Adapun nikah mut’ah yang pernah dilakukan beberapa sahabat di zaman kekhalifahan Abu Bakr RA dan Umar RA, maka hal itu disebabkan mereka belum mendengar berita tentang diharamkannya nikah mut’ah selama-lamanya. (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1405 karya An-Nawawi)
Gambaran dan Hukum Nikah Mut’ah di zaman Rasulullah SAW
Mut’ah Sering dikaitkan dengan zina, pendapat ini menimbulkan kemusykilan yang amat sangat. Ini karena menyamakan Mut’ah Nikah dengan zina membawa maksud seolah-olah Nabi Muhammad SAW pernah menghalalkan zina dalam keadaan-keadaan darurat seperti perang Khaibar dan pembukaan kota Mekah. Pendapat ini tidak boleh diterima karena perzinaan memang telah diharamkan sejak awal Islam dan tidak ada rokhsah dalam isu zina. Sejarah menunjukkan bahwa Abdullah bin Abbas diriwayatkan pernah membolehan Nikah Mut’ah tetapi kemudian menarik balik fatwanya di zaman selepas zaman Nabi Muhammad SAW. Kalau mut’ah telah diharamkan pada zaman Nabi SAW apakah mungkin Abdullah bin Abbas membolehkannya? Sekiranya beliau tidak tahu [mungkinkah beliau tidak tahu?] tentang hukum haramnya mut’ah apakah mungkin beliau berani menghalalkannya pada waktu itu? Fatwa Abdullah bin Abbas juga menimbulkan tanda tanya karena tidak mungkin beliau berani membolehkan zina [mut’ah] dalam keadaan darurat seperti makan bangkai, darah dan daging babi kerana zina [mut’ah] tidak ada rokhsah sama sekali walaupun seseorang itu akan mati jika tidak melakukan jimak. Sebaliknya Abdullah menyandarkan pengharaman mut’ah kepada Umar al-Khattab seperti tercatat dalam tafsir al-Qurtubi meriiwayatkan Abdullah bin Abbas berkata, ” Sekiranya Umar tidak mengharamkan mut’ah nescaya tidak akan ada orang yang berzina kecuali orang yang benar-benar jahat.”
Begitu juga pengakuan sahabat Nabi SAW yaitu Jabir bin Abdullah dalam riwayat Sohih Muslim, ” Kami para sahabat di zaman Nabi SAW dan di zaman Abu Bakar melakukan mut’ah dengan segenggam korma dan tepung sebagai maharnya, kemudian Umar mengharamkannya karena Amr bin khuraits.” Jelaslah mut’ah telah diamalkan oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW selepas zaman Rasulullah SAW wafat. Oleh itu hadith-hadith yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah mengharamkan nikah mut’ah sebelum baginda wafat adalah hadis-hadis dhaif. Dua riwayat yang dianggap kuat oleh ulama Ahlul Sunnah yaitu riwayat yang mengatakan nikah mut’ah telah dihapuskan pada saat Perang Khaibar dan pembukaan kota Mekah sebenarnya hadith-hadith yang dhaif. Riwayat yang mengaitkan pengharaman mut’ah nikah pada ketika Perang Khaibar lemah karena seperti menurut Ibn al-Qayyim ketika itu di Khaibar tidak terdapat wanita-wanita muslimah yang dapat dikawini. Wanita-wanita Yahudi (Ahlul Kitab) ketika itu belum ada izin untuk dikawini. Izin untuk mengahwini Ahlul Kitab seperti tersebut dalam Surah al-Maidah terjadi selepas Perang Khaibar. Tambahan pula kaum muslimin tidak berminat untuk mengawini wanita Yahudi ketika itu karena mereka adalah musuh mereka. Riwayat kedua diriwayatkan oleh Sabirah yang menjelaskan bahwa nikah mut’ah diharamkan saat dibukanya kota Mekah. hanya diriwayatkan oleh Sabirah dan keluarganya saja tetapi kenapa para sahabat yang lain tidak meriwayatkannya seperti Jabir bin Abdullah, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud? Sekiranya kita menerima pengharaman nikah mut’ah di Khaibar, ini bermakna mut’ah telah diharamkan di Khaibar dan kemudian diharuskan pada peristiwa pembukaan Mekah dan kemudian diharamkan sekali lagi. Ada pendapat mengatakan nikah mut’ah telah dihalalkan 7 kali dan diharamkan 7 kali sehingga timbul pula golongan yang berpendapat nikah mut’ah telah diharamkan secara bertahap seperti pengharaman arak dalam al-Qur’an tetapi mereka lupa bahwa tidak ada ayat Qur’an yang menyebutkan pengharaman mut’ah secara bertahap seperti itu. Ini hanyalah dugaan semata-mata. Yang jelas nikah mut’ah dihalalkan dalam al-Qur’an surah al-Nisa:24 dan ayat ini tidak pernah dimansuhkan sama sekali. Al-Bukhari meriwayatkan dari Imran bin Hushain: “Setelah turunnya ayat mut’ah, tidak ada ayat lain yang menghapuskan ayat itu. Kemudian Rasulullah SAW pernah memerintahkan kita untuk melakukan perkara itu dan kita melakukannya semasa beliau masih hidup. Dan pada saat beliau meninggal, kita tidak pernah mendengar adanya larangan dari beliau SAW tetapi kemudian ada seseorang yang berpendapat menurut kehendaknya sendiri.” Orang yang dimaksudkan ialah Umar. Walau bagaimanapun Bukhari telah memasukkan hadis ini dalam bab haji tamattu. Pendapat Imam Ali AS adalah jelas tentang harusnya nikah muta’ah dan pengharaman mut’ah dinisbahkan kepada Umar seperti yang diriwayatkan dalam tafsir al-Tabari: “Kalau bukan kerana Umar melarang nikah mut’ah maka tidak akan ada orang yang berzina kecuali orang yang benar-benar celaka.” Sanadnya sahih. Justru itu Abdullah bin Abbas telah memasukkan tafsiran (Ila Ajalin Mussama) selepas ayat 24 Surah al-Nisa bagi menjelaskan maksud ayat tersebut adalah ayat mut’ah (lihat juga Syed Sabiq bab nikah mut’ah). Pengakuan Umar yang menisbahkan pengharaman mut’ah kepada dirinya sendiri bukan kepada Nabi SAW cukup jelas bahawa nikah mut’ah halal pada zaman Nabi SAW seperti yang tercatat dalam Sunan Baihaqi, ” Dua jenis mut’ah yang dihalalkan di zaman Nabi SAW aku haramkan sekarang dan aku akan dera siapa yang melakukan kedua jenis mut’ah tersebut. Pertama nikah mut’ah dan kedua haji tamattu”. Perlulah diingatkan bahwa keharusan nikah mut’ah yang diamalkan oleh Mazhab Syiah bukan bermaksud semua orang wajib melakukan nikah mut’ah seperti juga kehalalan kawin empat bukan bermaksud semua orang wajib kawin empat. Penyelewengan yang berlaku pada amalan nikah mut’ah dan kawin empat bukan disebabkan hukum Allah SWT itu lemah tetapi disebabkan oleh kejahilan seseorang itu dan kelemahan akhlaknya sebagai seorang Islam. Persoalannya jika nikah mut’ah sama dengan zina, apakah bentuk mut’ah yang diamalkan oleh para sahabat pada zaman Nabi Muhammad SAW dan zaman khalifah Abu Bakar? [catatan: Nikah mut’ah memang tidak sama dengan zina].
Nabi membolehkan nikah mut’ah dengan syarat, pertama, boleh bagi musafir yang benar-benar butuh. Kedua, harus dengan hadirnya wali perempuan dan 2 saksi. Ketiga, mahar harus disepakati bersama. Keempat, bila masanya habis, perempuan harus ber-iddah. Kelima, bila ada anak nasabnya kepada suami.
Di dalam beberapa riwayat yang sah dari Nabi SAW, jelas sekali gambaran nikah mut’ah yang dulu pernah dilakukan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Gambaran tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
• Dilakukan pada saat mengadakan safar (perjalanan) yang berat seperti perang, bukan ketika seseorang menetap pada suatu tempat. (HR. Muslim hadits no. 1404)
• Tidak ada istri atau budak wanita yang ikut dalam perjalanan tersebut. (HR. Bukhari no. 5116 dan Muslim no. 1404)
• Jangka waktu nikah mut’ah hanya 3 hari saja.(HR.Bukhari no. 5119 dan Muslim no. 1405)
• Keadaan para pasukan sangat darurat untuk melakukan nikah tersebut sebagaimana mendesaknya seorang muslim memakan bangkai, darah dan daging babi untuk mempertahankan hidupnya. (HR. Muslim no. 1406).

Penutup
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa nikah mut’ah pernah dibolehkan ketika zaman Rasul s.a.w. masih hidup, tapi kemudian diharamkan oleh rasulullah s.a.w. sampai hari kiamat. Jika ada yang melaksanakan nikah mut’ah pada masa sekarang, maka nikah mut’ah tersebut hukumnya batal.

DAFTAR PUSTAKA

- Al- Qur’an al-Karim
- Al- Maktabah Al syamilah, sunan At-tirmidzi
- An-Nawawi, Syarah shohih muslim, juz 5.
- Muammil Hamidi, Dkk. Terjemahan Nailul Author Himpunan Hadis-hadis Hukum , PT.Bina Ilmu: Surabaya.
- http://luluvikar.wordpress.com/2004/12/23/kawin-mutah/.
- http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=602:polemik-nikah-mutah-dalam-islam--al-arham-edisi-32-a&catid=19:al-arham&Itemid=328
- http://saif1924.wordpress.com/2008/01/24/kata-syiah-tentang-nikah-mutah/

HADIS tentang Ashabah

Diposting oleh Zieza Cubby di 00.47 0 komentar
a. Pendahuluan
Syari’at islam telah meletakkan sistem kewarisan dalam aturan yang paling baik, bijak dan adil. Agama islam menetapkan hak pemilikan benda bagi manusia, baik laki-laki maupun perempuan dalam petunjuk syara’,seperti memindahkan hak milik seseorang pada waktu masih hidup kepada ahli warisnya, atau setelah dia meninggal, tanpa melihat perbedaan antara anak kecil dan orang dewasa.
Ashabah adalah pewaris harta si mayit yang didalam alqur’an tidak ditetapkan bagiannya secara khusus dengan jumlah tertentu. Kelompok ini didefinisikan oleh sebagian ulama’ sebagai pihak yang menerima seluruh sisa warisan atau tidak menerima sama sekali, ashabah ini hanya menerima harta yang tersisa setelah warisan dibagikan kepada ashabul furuudh.
Firman Allah yang menjelaskan tentang kata ashabah yaitu
         
Mereka berkata: "Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat), Sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang merugi."
- Maksudnya: menjadi orang-orang pengecut yang hidupnya tidak ada artinya.
Menurut ulama’ faro’id ashabah sendiri mempunyai arti yaitu setiap laki-laki yang mendapatkan semua bagian warisan, apabila dia sendirian dan mengambil bagian sisa setelah ahli waris yang lain mengambil bagiannya masing-masing.
Hak ashabah sendiri akan dijelaskan lebih rinci dalam pembahasan dibawah ini.
b. Pembahasan
a. Pembagian ashabah dalam hadis
Hadis utama
Riwayat imam bukhori
6737حدثنا سليمان بن حرب حدثنا وهيب حدثنا ابن طاوس عن أبيه عن إبن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ألحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فلأولى رجل ذكر(رواه بخاري)
Berikanlah bagian waris yang telah ditentukan bagian-bagiannya kepada mereka yang berhak,kemudian apa yang sisa maka diperuntukkan untuk kerabat paling dekat yang laki-laki.(H.R.Bukhari).
2179. حدثنا عبد الله بن عبد الرحمن أخبرنا مسلم بن إبراهيم حدثنا وهيبٌ حدثنا ابن طاوس عن أبيه عن ابن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (ألحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فهو لأولي رجل ذكر) .(رواه الترميذي)
Hadis pendukung
حدثنا إسحاق بن إبراهيم ومحمد بن رافع وعبد بن حميد وللفظ لإبن رافع قال إسحاق حداثنا وقال الأخران أخبرانا عبد الرزاق أخبرانا معمر عن إبن طاوس عن أبيه عن إبن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اقسموا المال بين أهل الفرائض على كتاب الله فما تركت الفرائض فلأولى رجل ذكر. (روه إمام مسلم).

2898حدثنا أحمد بن صالح ومخلد بن خالد، وهذا حديث مخلد، وهو أشبع قالا: ثنا عبد الرزاق، ثنا معمر، عن ابن طاوس، عن أبيه، عن ابن عباس قال:قال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم "اقسم المال بين أهل الفرائض على كتاب اللّه، فما تركت الفرائض فلأولى ذكرٍ".(رواه ابو دود).

حدثني محمد بن رافع حدثنا شبابة قال حدثني ورقاء عن أبي الزناد الأعراج عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال والذي نفس محمد بيده ان على الأرض من مؤمن إلا ان أولى الناس به فأ يكم ما ترك دينا اوضياعا فأنا مولاه وايكم ترك مالا فإلى العصبة من كان.(روه مسلم)
Dari abu hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda, demi dzat yang jiwa muhammad berada ditanganNya tidak seorang juapun orang beriman dimuka bumi ini melainkan akulah orang yang paling harus bertanggung jawab, maka siapa saja diantaramu yang meninggalkan mati utang atau anak yang terlantar akulah walinya, dan siapa saja yang meninggalkan harta maka untuk ahli waris kerabat dekat( ashabah) yang ada.) H.R Imam muslim)

Takhrij hadis
1. Sulaiman bin kharb
a. Nama lengkap : Sulaiman bin Harb bin Bajil Al-azdiyu Al-wasyihiyy,Abu ayyub
Al-basri. Beliau lahir pada tahun 144H, dan wafat pada tahun 224H
b. Guru : Syu’bah,Muhammad bin Tolhah bin Musorrif,Wuhaib bin khalid.
c. Murid : Imam Al-Bukhori, Isa bin Yunus,Yahya bin Sa’id Al-khattan,
Abu Ma’syar Yusuf bin Yazid Al-baro’i,Abu jaroh Al-mahri,
d. Kredibilitas : dalam kitab tahdzib at-tahdzib Ibnu Hajar menyebutnya sebagai seorang yang tsiqoh,dan penghafal.

2. Wuhaib
a. Nama lengkap : Wuhaib bin Kholid bin ‘Ajlan Al-bahily,Abu Bakr Al-basri. Beliau
Lahir pada tahun 165H, dan wafat pada tahun 69H.
b. Guru :Hamid Attuwail,Ayyub,Kholid, Daud bin Abi Hindun,Sa’id Al-jarir,
Yahya bin Abi ishaq Al-hadrimy,Haitsum bin ‘Irok, Yahya bin Sa’id
Al-anshori,Ja’far shodiq,Hisyam bin ‘Irwat, Ubaidillah bin Umar, Mansur bin Shofiyah, Musa bin Uqbah, Abi khayan attimi, Ibnu juraij, Amru bin yahya Al-mazini, Ibnu syabramah,Abdul aziz bin shohib bin mu’tamar, Sahil bin Abi sholih, Abi hazm bin dinar, Ibnu tawus, Imaroh bin goziyah.
c. Murid : Ismail bin ‘illiyah,Ibn mubarok,Ibnu mahdi,Qattan,Yahya bin adam
Ahmad bin ishaq al-hadrimi,Bahz bin as’ad, Hiban bin hilal,
Abu sa’id, Abu daud, Abu walid, Abu hisam Al-mahzumi,
Sulaiman bin Kharb,
Arim, Musa bin ismail, Muslim bin ibrahim.
d. Kredibilitas : menurut ibnu hajar al-asqolani beliau termasuk orang yang tsiqoh
Tsabit, Dan menurut ad-dzahabi beliau adalah orang yang hafid.

3. Ibnu thowus
a. Nama lengkap : Abdullah bin Thowus bin Kaisan Al-yamani, Abu Muhammad
Al-abanawi. Beliau wafat pada tahun 132H.
b. Guru : diriwayatkan dari ayahnya(Thowus), Atto’, Amru bin su’aib, Ali
bin Abdullah bin Abbas.
c. Murid : Muhammad, Amru bin Dinar. Ayyub, Ibnu Ishaq,
Mu’ammar, Ruh bin Qosim, Ibnu Juraij, Wuhaib bin Khalid.
d. Kredibilitas : beliau termasuk orang yang tsiqoh fadzil ‘abid.

4. Thowus
a. Nama lengkap : Thowus bin kaisan al-yamani, Abu Abdurrahman Al-himyari
Al-janadi. Dan Thowus adalah nama panggilan, beliau wafat pada
tahun 106H.
b. Guru : Ibnu Juraij, Attho’, Ibnu Abbas.
c. Murid : Ibnu Thowus(Abdullah),Wahab bin Munabih, Sulaiman At-taimi,
Sulaiman Al-ahwal, Abu Zubair.
d. Kredibilitas : beliau termasuk orang yang tsiqoh faqih fadzil.

5. Ibnu abbas
a. Nama lengkap : Abdullah binAbbas binAbdul Muthalib Al-hasyim,wafat pada tahun
68H di thoif.
b. Guru : beliau berguru langsung kepada Rasulullah SAW.
c. Murid : Ibrahim bin Abdullah bin Mu’id bin Abbas, Al-arqom bin Sarhabil
Al-audi,Ishaq bin Abdullah bin kinanah, Abu amamah As’ad bin
Sahal bin Hanif, Isma’il bin Abdurrahman As-saddi, Thowus bin
kaisan Al-yamani.
d. Kredibilitas : shohabi.

d. Validitas hadis
` Hadis diatas adalah hadis shohih karena sanadnya sambung, dikutip oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulullah saw, atau kepada sahabat atau kepada tabi’in, bukan hadis yang syadz (kontroversial) dan terkena ilat, yang menyebabkan cacat penerimaannya.

Syarah hadis
Hadis diatas menjelaskan tentang hak waris bagi ashabah, dan bagian-bagianya sudah dijelaskan dalam Al-qur’an seperti dalam surat An-nisa’ ayat 11.

                              •                       •                       •     
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(Q.S An-nisa’:11)
bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah Karena kewajiban laki-laki lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah. (lihat surat An Nisa’ ayat 34). lebih dari dua maksudnya : dua atau lebih sesuai dengan yang diamalkan nabi.
Dalam pemahaman tentang ashabah adalah bermakna sisa, tapi tidak sepenuhnya tepat. Bisa dikatakan demikian karena dalam perhitungan penyelesaian pembagian harta tinggalan dimana ahli waris yang dinyatakan berkedudukan sebagai ahli ashabah akan memperoleh baqin (sisa harta). Pemerolehan baqin itu sendiri dirumuskan dalam lima macam kemungkinan :


1. Memperoleh hak atas seluruh harta tinggalan yang dialihkan kepadanya dari pewaris.
2. Memperoleh hak dengan sama rata bersama-sama ahli waris lain dari sebagian harta tinggalan yang dialihkan kepadanya dari pewaris.
3. Memperoleh hak atas sisa dari seluruh harta tinggalan setelah dikurangi bagian yang mendasarkan hak furudun muqoddaroh ahli waris selain dia(ahli ashabah).
4. Memperoleh hak atas sebagian harta tinggalan dengan rumus dua untuk pria dan satu untuk perempuan.
5. Tidak memperoleh bagian harta tinggalan apapun.
Kata ذكر dalam hadis diatas sebagi penegas bahwa yang berhak mendapatkan hak tersebut adalah seorang laki-laki dan tidak menyertakan perempuan karena itu merupakan syarat. Orang yang paling dekat dengan mayit anak laki-laki, disusul cucu yang berasal dari anak laki-laki, ayah, kemudian kakek dari garis ayah terus keatas. Disamping kelompok tersebut juga saudara laki-laki, anak saudara laki-laki, paman dari pihak ayah, kemudian anak paman dari pihak ayah, semua itu dinamakan ‘ashabah nasabiyah. dan tidak hanya laki-laki dewasa saja atau cukup umur yang mendapatkan hak ashabah melainkan bayi laki-lakipun berhak mendapatkan warisan sebagai ashabah dan menguasai seluruh harta warisan yang ada jika dia sendirian. Inilah makna dari sabda Rasulullah SAW dalam menggunakan kata dzakar.
Hadis diatas memperoleh penjelasan tafsir dari beberapa ulama’ yang dapat nilai saling melengkapi dan tidak terdapat pertentangan tafsir. Diantaranya yang dikemukakan oleh al- khattabi yang mengatakan bahwa yang dimaksud aula adalah laki-laki paling dekat dalam hubungan ‘usbah, ibnu batal mengatakan adalah laki-laki dari hubungan ‘usbah dari ahli furud manakala ia lebih dekat dengan yang meninggal mendapatkan haknya sebelum yang lebih jauh tapi bila setingkat maka mereka bersekutu. Sedangkan ibnu munir mengatakan bahwa didalam hadis tersebut tidak ada maksud membicarakan dekat jauhnya hubungan yang sekandung dengan yang seayah atau yang seibu.
Ibnu al-Tin membicarakan makna rajulun dzakarin yang menurutnya mempunyai arahan kehubungan sesudah paman, keturunan dari saudara dan keturunan paman. Maksudnya bahwa batasan laki-laki itu untuk mulai dari paman,anak saudara, anak paman, sebab hak yang diperuntukkan pada yang lebih dekat telah dinaskan didalam ayat mawaris, seperti dalam firman Allah dalam surat An-nisa’ ayat 176 yang mengatur tentang bagian waris untuk saudara kandung si pewaris, yang berlaku juga untuk yang seayah, mengandung aturan yang sama dengan pengaturan untuk anak kandung yakni sasaran yang diatur memperhatikan tiga kemungkinan, yang pertama kalau saudara itu laki-laki dan perempuan, yang kedua kalau saudara itu perempuan semua, dan yang ketiga kalau saudara itu laki-laki semuanya. Bila laki-laki dan perempuan maka saudara ditentukan memperoleh bagiannya sama seperti untuk anak kandung. Dengan bunyi firman-Nya:
                    
dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.(Q.S.An-nisa’176).
Sedangkan saudara perempuan seibu tersebut dalam firman Allah surat An-nisa’:12
   • 
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.(Q.S.An-nisa’,12).
Menurut ibnu abbas pada hadis diatas jika orang yang lebih dekat dari mayit yaitu anak perempuan, saudara perempuan, dan saudara laki-laki maka bagian anak perempuan ½ dan sisanya untuk laki-laki, sedangkan untuk saudara perempuan tidak mendapatkan apa-apa.
e. Kesimpulan
Dari pemahaman diatas bisa disimpulkan bahwa:
1. Yang berhak mendapatkan hak ashabah adalah kerabat laki-laki yang lebih dekat dengan si mayit sehingga ‘asib yang lebih jauh tidak mendapatkan hak selagi masih ada yang lebih dekat.
2. Untuk bagian-bagian ahli waris telah dijelaskan dalam alqur’an, seperti dalam surat an-nisa’ ayat,11,12,176.
3. Dan yang mendapatkan hak ashabah tidak hanya laki-laki dewasa, melainkan bayi laki-laki berhak mendapatkan hak waris sebagai ashabah jika sendirian.

DAFTAR PUSTAKA
• Al-Qur’an al-karim.
• Al-Maktabah As-Syamilah dalam kitab At-Tahdibu Al-Kamal.
• Al-Maktabah al-syamilah,kitab Shohih al-Bukhori.
• Al-maktabah al-syamilah, kitab Sunan at-Tirmidzi
• Al-maktabah al-syamilah, kitab Shohih Muslim
• Al-maktabah al-syamilah, kitab Sunan Abu Daud
• Ash-shabuni Ali Muhammad: Pembagian Waris Menurut Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1995.
• Achmad Kuzari.Drs: Sistem Ashabah (Dasar pemindahan hak milik atas harta tinggalan), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996.
• Subhi As-shalih.Drs: Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2007.

Sabtu, 12 Februari 2011

korea song

Diposting oleh Zieza Cubby di 04.49 0 komentar
GEU SARAM (THAT PERSON) OST. BREAD,LOVE AND DREAM

geu saram nal utge han saram
geu saram nal ulge han saram
geu saram ttatteutan ipsullo naege
nae simjangeul chajajun saram

geu sarang jiul su eomneunde
geu sarang ijeul su eomneunde
geu saram nae sum gateun saram
geureon sarami tteonaganeyo.

geu sarama saranga apeun gaseuma
amugeotdo moreun sarama.
saranghaetgo tto saranghaeseo
bonael su bakke eomneun sarama.. nae saranga

nae gaseum neodeol georindedo
geu chueok nareul sewo jjilleodo
geu saram heullil nunmuri
nareul deoukdeo apeuge haneyo


geu sarama saranga apeun gaseuma
amugeotdo moreuneun sarama
nunmul daesin seulpeum daesin
nareul itgo haengbokhage sarajwo...nae saranga
urisarmi dahaeseo uri dunun gameulttae geuttae hanbeon gieokhae

geu sarama saranga apeun gaseuma
amugeotdo moreun sarama.
saranghaetgo tto saranghaeseo
bonael su bakke eomneun sarama..
nae saranga nae saranga nae saranga


Translation
That person was the one who made me smile
That person was the one who made me cry
With her warm lips to me
That person found my heart

I can’t erase that love
I can’t forget that love
That person was like my oxygen
That person is now leaving

That person. That love. My aching heart
You didn’t know anything
I loved you, and I love you
That’s why I have no choice but to let you leave… my love

Even if my heart becomes tattered
Even if that memory pains me all day
The tears that person sheds
Hurts me even more

That person. That love. My aching heart
You didn’t know anything
Instead of tears, instead of pain
Forget about me and live happily... my love

When our lives are over and we close our eyes,
Then remember me one time
That person. That love. My aching heart
You didn’t know anything
I loved you, and I love you
That’s why I have no choice but to let you leave… my love

My love... my love... my love....
TAYAMUM
a. Pendahuluan



Tayammum adalah pengganti wudhu` dan mandi janabah sekaligus. Yaitu pada saat air tidak ditemukan atau pada kondisi-kondisi lainnya yang akan kami sebutkan. Maka bila ada seseorang yang terkena janabah, tidak perlu bergulingan di atas tanah, melainkan cukup baginya untuk bertayammum saja. Karena tayammum bisa menggantikan dua hal sekaligus, yaitu hadats kecil dan hadats besar. Tapi ada beberapa hal yang bisa menjadikan tayamum batal seperti Segala yang membatalkan wudhu` sudah tentu membatalkan tayammum. Sebab tayammum adalah pengganti dari wudhu`.Selain itu bila ditemukan air, maka tayammum secara otomatis menjadi gugur. Demikian juga bila halangan untuk mendapatkan air sudah tidak ada, maka batallah tayammum.
Tayammum disyari'atkan berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah serta Ijma'. Firman Allah S.W.T:(An-Nisa':43)
" Dan jika kamu sakit atau sedang dalam musafir atau datang dari tempat buang air atau kamu telah menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka bertayammumlah kamu dengan tanah yang baik (suci): Sapulah mukamu dan tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun."
Berdasarkan hadis Abu 'Umamah al-Bahili, bahawa Nabi S.A.W bersabda: (Riwayat Ahmad)
"Seluruh bumi dijadikan bagiku dan bagi umatku sebagai masjid dan alat bersuci. Maka di mana pun seseorang dari umatku harus mengerjakan solat, di situ pulalah terdapat alat untuk bersuci.”
b. pembahasan
Hadis utama
Riwayat abu daud
338حدثنا محمد بن إسحاق المسيبي، أخبرنا عبد اللّه بن نافع، عن الليث بن سعد، عن بكر بن سوادة، عن عطاء بن يسار، عن أبي سعيد الخدري قال:خرج رجلان في سفرٍ فحضرت الصلاة وليس معهما ماء، فتيمما صعيداً طيِّباً فصليا، ثم وجدا الماء في الوقت، فأعاد أحدهما الصلاة والوضوء ولم يُعِدِ الآخر، ثم أتيا رسول اللّه صلى الله عليه وسلم فذكرا ذلك له، فقال للذي لم يعد: "أصبت السُّنَّة وأجزأتك صلاتك" وقال للذي توضأ وأعاد: "لك الأجر مرَّتين".( رواه أبو داود)
Dari At-tha’ bin yasar, dari Abu sa’id Al-khudri, ia berkata : dua orang laki-laki dalam satu pepergian, lalu datang waktu sholat padahal keduanya tidak membawa air, kemudian kedua orang itu bertayamum dengan debu yang bersih, lantas keduanya bersembahyang, kemudian ( selesai sembahyang) menjumpai air dalam waktu itu. Lalu salah seorang dari padanya mengulangi wudlu’ dan sembahyang, sedang yang lain tidak mengulangi. Kemudian kedua orang itu menghadap Rasulullah SAW.,lalu menceritakan hal itu keduanya, lantas Nabi bersabda kepada orang yang tidak mengulangi: “Engkau mencocoki sunnah dan sembahyang sudah memadai.” Dan terhadap orang yang wudlu dan mengulangi, ia bersabda: bagimu pahala dua kali”. (HR.Imam abu daud).

Hadis pendukung
Riwayat imam an-nasa’i
أخبرنا مسلم بن عمر بن مسلم قال حدثنا بن نافع عن الليث بن سعد عن بكر ابن سوادة عن عطاء بن يسارعن أبي سعيد أن رجلين تيمما وصليا ثم وجدا ماء في الوقت فتوضأ أحدهما وعاد لصلاته ما كان في الوقت ولم يعد الآخر فسألا النبي صلى الله عليه وسلم فقال للذي لم يعد أصبت السنة وأجزأتك صلاتك وقال للآخر أما أنت فلك مثل سهم جمع. (رواه النسائ)

Riwayat imam Ahmad dan at-tirmidzi
عن أبي ذار: أن رسول الله صلي الله عليه وسلم قال : إن الصعيد الطيب طهور المسلم، وإن يجد المال عشر سنين. فإذا وجد الماء فليمسه بشرته، فإن ذلك خير.(رواه الترمذي وإمام أحمد).


Riwayat imam bukhari
329حدثنا زكرياء بن يحيى قال: حدثنا عبد الله بن نمير قال: حدثنا هشام بن عروة، عن أبيه، عن عائشة:
أنها استعارت من أسماء قلادة فهلكت، فبعث رسول الله صلى الله عليه وسلم رجلا فوجدها، فأدركتهم الصلاة وليس معهم ماء، فصلوا، فشكوا ذلك إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم، فأنزل الله آية التيمم، فقال أسيد بن حضير لعائشة: جزاك الله خيرا، فوالله ما نزل بك أمر تكرهينه، إلا جعل الله ذلك لك وللمسلمين فيه خيرا. (رواه بخاري)

c. Tahrij hadis
1. Muhammad bin Ishaq Al-musaiby
a. Nama lengkap : Muhammad bin Ishaq bin Muhammad bin Abdurrahman
Al-quraisy Al-mahzumi Al-musaiby, Abu abdullah al-madani.
Beliau wafat pada tahun 236H.
b. Guru : Ibrahim bin Ali bin Hasan bin Ali bin Abi rofi’ ar-rofi’i, Ishaq
Bin Muhammad Al-musaibi(ayahnya), Abi dhomroh Anas bin
‘iyad, Sufyan bin Uyainah, Sulaiman bin Daud bin Qois
al-firo’Abdullah bin muhammad bin yahya bin ‘urwah bin
zubair,Abdullah bin Nafi’ bin Tsabit bin Zubair,
Abdullah bin Nafi’ As-saigh.
c. Murid : Imam muslim, Abu daud, Ibrahim bin Ishaq Al-harbi.
d. Kredibilitas : menurut Ibnu Hajar bilau termasuk suduq, tapi menurut
Ad-dzahabi beliau termasuk tsiqoh.
2. Abdullah bin nafi’
a. Nama lengkap : Abdullah bin Nafi’ bin Abi nafi’ As-shaigh Al-qurasy
Al-mahzumi mawlahum, Abu Muhammad Al-madani.
Beliau wafat pada tahun 206H.
b. Guru : As-samah bin Zaid Al-laits, Himad bin Abi hamid Al-madani
Khalid bin ilyas, Daud bin Qais al-firo’, al-laits bin sa’ad.
c. Murid : Ibrahim bin M udzir Al-hazami, Ahmad bin Hasan
At-tirmidzi,Ahmad bin Shalih Al-mishri, Qutaibah bin Sa’iq,
Muhammad Bin Ishaq Al-muhasibi.
d. Kredibilitas : Menurut Ibnu Hajar beliau termasuk orang yang tsiqoh shohih
Al-kitab dan Hifdzi layin, dan menurut Ibnu Mu’in beliau
Termasuk orang yang tsiqoh.
3. Al-laits bin sa’ad
a. Nama lengkap : Al-laits bin Sa’ad bin Abdurrahman al-fahmi, Abu al-harits
Al-mishri. Mawla Abdurrahman bin Khalid Al-musafir.
Beliau lahir pada tahun 94H dan wafat pada tahun 175H.
b. Guru : Ibrahim bin Abi ‘iblah, Ibrahim bin Nasyid al-wa’lani, Ishaq
Bin Bajraj Al-mishri, Ayub bin Musa, Bakr bin Siwadah.
c. Murid : Ahmad bin Abdullah bin Yunus, Adam bin Abi ‘iyas,
Ashab bin Abdul aziz, Hijaj bin Muhammad, Abdullah bin
Nafi’ As-shaigh.
d. Kredibilitas : beliau dalam meriwayatkan hadis termasuk orang yang tsiqoh
Faqih imam.
4. Bakr bin siwadah
a. Nama lengkap : Bakr bin Siwadah bin Tsamamah Al-jadzami Al-mishri.
Beliau wafat pada tahun 120H.
b. Guru : Ismail bin Abid, Rabi’ah bin Qais Al-jamaly, Ziyad bin Nafi’,
Ziyad bin Na’im, Sa’id bin Musayyab, Sufyan bin Wahab
Al-khaulani, Abdullah bin Abi maryam, Atho’ bin Yasar.
c. Murid : Ja’far bin rabi’ah, Abdurrahman bin Ziyad bin An’am al-afriqi
Amru bin Haris, Umairoh bin Abi Najiyah,Al-laits binSa’ad.
d. Kredibilitas : beliau termasuk orang yang tsiqoh faqih, dan menurut
Ad-dzahabi beliau termasuk orang yag tsiqoh.
5. Atho’ bin Yasar
a. Nama lengkap : Atho’ bin Yasar Al-halali, Abu muhammad, Abu abdullah
Abu Yasar Al-madani Al-qosh, maula Maimunah.
Beliau wafat di Iskandariyah pada tahun 94H.
b. Guru : Abi bin ka’ab, Asamah bin Zaid, Jabir bin Abdullah,
Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Mas’ud, Abi darda’, Abi dzar,
Abi rafi’, Abi sa’id al-hudri.
c. Murid : Ismail bin Abdurrahman bin Abi dzu’aib, Bakr bin siwadah
Al-jadzami, Habib bin Abi tsabit.
d. Kredibilitas : menurut Ibnu Hajar Al-asqolani beliau termasuk orang yang
Tsiqoh.
6. Abi sa’id al-hudri
a. Nama lengkap : Sa’ad bin Malik bin Sinan bin Ubaid bin Tsa’labah bin Ubaid
Bin Al- abjar, dan beliau adalah Khudroh bin ‘Auf al- harits,
Bin Khajraj Al-anshori, Abu Sa’id Al-hudri.
Para ulama’ berbeda pendapat tentang tahun wafatnya beliau
63H,64H,dan 65H, tapi menurut Ibnu Hajar beliau wafat pada
tahun 74H di madinah.
b. Guru : beliau berguru langsung kepada Rasulullah SAW, Jabir bin
Abdullah, Zaid binTsabit, Abdullah bin Salam.
c. Murid : Ismail bin Abi Idris, Al-aghor Abu Muslim, Ayub bin Basyir
Al-anshori Al-mu’awi, Atho’ bin Yazid, Atho’ bin Yasar.
d. Kredibilitas : as-shohabi.

e. Validitas hadis
Hadis diatas termasuk hadis shohih muttasil, karena sanadnya bersambung langsung kepada Rasulullah dan dikutip oleh orang yang adil dan cermat dari orang yang sama dan sampai kepada Rasulullah saw, atau kepada sahabat ataupun kepada tabi’in, bukan hadis yang syadz (kontroversial) dan tidak terkena ‘ilat, yang menyebabkannya cacat dalam penerimaannya. Dan termasuk juga hadis marfu’ karena disandarkan kepada Nabi saw, pada khususnya, baik berupa perkataan, perbuatan, maupun penetapan, baik yang mendarkannya itu sahabat, tabi’in atau orang yang datang sesudahnya, baik sanadnya bersambung atau tidak.
f. Syarah hadis
Hal-hal yang membatalkan tayamum
1. Segala yang membatalkan wudhu` sudah tentu membatalkan tayammum. Sebab tayammum adalah pengganti dari wudhu`.
2. Selain itu bila ditemukan air, maka tayammum secara otomatis menjadi gugur.
3. Demikian juga bila halangan untuk mendapatkan air sudah tidak ada, maka batallah tayammum.
Bila seseorang bertayammum lalu shalat dan telah selesai dari shalatnya, tiba-tiba dia mendapatkan air dan waktu shalat masih ada. Para ulama’ berpendapat bahwa tayammum dan shalatnya itu sudah syah dan tidak perlu untuk mengulangi shalat yang telah dilaksanakan. Sebab tayammumnya pada saat itu memang benar, lantaran memang saat itu dia tidak menemukan air. Sehingga bertayammumnya syah. Dan shalatnya pun syah karena dengan bersuci tayammum. Apapun bahwa setelah itu dia menemukan air, kewajibannya untuk shalat sudah gugur. Namun apabila dia tetap ingin mengulangi shalatnya, dibenarkan juga. Sebab tidak ada larangan untuk melakukannya. Dan kedua kasus itu pernah terjadi bersamaan pada masa Rasulullah SAW. Seperti hadis yang telah diriwayatkan oleh ‘Atha’ bin Yasar.
Dari Atha` bin Yasar dari Abi Said Al-Khudhri ra berkata bahwa ada dua orang bepergian dan mendapatkan waktu shalat tapi tidak mendapatkan air. Maka keduanya bertayammum dengan tanah yang suci dan shalat. Selesai shalat keduanya menemukan air. Maka seorang diantaranya berwudhu dan mengulangi shalat, sedangkan yang satunya tidak. Kemudian keduanya datang kepada Rasulullah SAW dan menceritakan masalah mereka. Maka Rasulullah SAW berkata kepada yang tidak mengulangi shalat,"Kamu sudah sesuai dengan sunnah dan shalatmu telah memberimu pahala". Dan kepada yang mengulangi shalat,"Untukmu dua pahala". (HR. Abu Daud 338 dan An-Nasa`i 431).
Dalam syarah Nailul author dijelaskan bahwa jika seseorang menjumpai air, maka hendaklah ia usapkan air itu pada kulitnya itu, untuk wajibnya mengulangi sholat bagi orang yang mendapatkan air sebelum selesai sholat, dan itu adalah istidlal yang benar, karena hadis ini muthlaq (terlepas); untuk orang yang mendapatkan air sesudah waktu, sebelum keluarnya waktu dalam keadaan sholat dan sesudah sholat, sedangkan hadis Abu Sa’id yang terdahulu adalah terikat (muqoyyad), yaitu untuk orang yang mendapatkan air dalam waktu, sesudah selesai sholat. Jadi gambaran kemuthlaqan hadis ini keluar oleh hadis Abu Sa’id (H.464).
g. Kesimpulan
Jadi, apabila ada orang yang bertayamum pada awal waktu sholat, dan kemudian sholat, kemudian setelah selesai sholat menemukan air dalam waktu itu, maka orang itu tidak perlu mengulangi sholat lagi, tapi apabila orangnya itu mengulangi sholat maka pahala baginya.

DAFTAR PUSTAKA
- Abu daud, sunan abu daud
- Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al- Mughiroh al-Bukhori. Shohih Bukhari. Kitab: At-tayamum.
- Al-maktabah al-syamilah, Kitab Tahdhib al-kamal.
- Al-maktabah al-syamilah, kitab Sunan an-Nasa’i.
- Mammil hamidi,Dkk. Terjemahan Nailul Author Himpunan hadis-hadis hukum jilid 1. PT. Bina Ilmu: Surabaya.
- . http://www.kias.edu.my/tayamum.htm
- Subhi As-shalih.Drs: Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2007.
NIKAH MUT’AH
Pendahuluan
Pernikahan merupakan sunnah Rosul yang harus dilakukan oleh umat islam, banyak perintah Allah dalam Al-qur’an untuk melaksanakan pernikahan, seperti dalam surat An-nur ayat 32:
                   
Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.(QS.An-nur:32).
Adapun hikmah dari pernikahan itu sendiri adalah menghalangi mata dari melihat-hal yang tidak diizinkan syara’, dan menjaga kehormatan diri dari terjatuh pada kerusakan seksual. Seperti yang disabdakan Nabi yang berasal dari Abdullah bin Mas’ud.
حدثنا عمر بن حفص بن غياث: حدثنا أبي: حدثنا الأعشى قال: حدثني عمارة: عن عبد الرحمن بن يزيد قال:دخلت مع علقمة الأسود على عبد الله، فقال عبد الله: كنا مع النبي صلى الله عليه وسلم شبابا لا نجد فقال لنا رسول الله صلى الله عليه وسلم: (يا معشر الشباب، من استطاع الباءة فليتزوج، فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج، ومن لم يستطع فعليه بالصوم، فإنه له وجاء).(رواه متفق عليه)
Wahai para pemuda, siapa diantaramu telah mempunyai kemampuan untuk kawin, maka kawinlah; karena perkawinan itu lebih menghalangi penglihatan (dari maksiat) dan lebih menjaga kehormatan (dari kerusakan seksual). Siapa saja yang belum mampu hendaklah berpuasa; karena puasa itu baginya akan mengekang syahwat.(HR.Bukhari dan Muslim).
Tapi, ada beberapa jenis pernikahan yang saat ini banyak diperbincangkan oleh masyarakat. seperti halnya nikah sirri ataupun nikah mut’ah. secara etimologis, kawin kontrak mempunyai pengertian ”kenikmatan” dan ”kesenangan”. Dalam hukum islam, definisi nikah mut’ah adalah pernikahan untuk masa tertentu dalam arti pada waktu akad dinyatakan masa tertentu, yang bila masa itu telah datang, pernikahan terputus dengan sendirinya. Nikah mut’ah saat ini masih dijalankan oleh penduduk iran yang bermadzhab Syi’ah Imamiyah dan disebut dengan nikah munqati’.
Mengenai nikah mut’ah akan dijelaskan dalam pembahasan makalah ini.
Hadis utama
Riwayat imam at-tirmidzi
حدثنا محمود بن غيلان أخبرنا سفيان بن عقبة أخو قبيصة بن عقبة أخبرنا سفيان الثوري عن موسى بن عبيدة عن محمد بن كعب عن ابن عباس قال: إنما كانت المتعة في أول الإسلام كان الرجل يقدم البلدة ليس له بها معرفة فيتزوج المرأة بقدر ما يرى أنه يقيم فتحفظ له متاعه وتصلح له شيأه حتى إذا نزلت الآية {إلا على أزواجهم أو ما ملكت أيمانهم} قال ابن عباس: فكل فرج سواهما فهو حرام.
Dan dari muhammad bin ka’ab dari ibnu abbas, ia berkata: sebenarnya kawin mut’ah itu hanya terjadi pada permulaan islam, yaitu seseorang datang kesuatu negeri, dimana ia tidak memiliki pengetahuan tentang negeri itu. Lalu ia mengawini seseorang perempuan selama ia mukim (di tempat itu) lalu perempuan itu memelihara barangnya dan melayani urusannya sehingga turunlah ayat ini (“ kecuali terhadap istri-istri mereka atau hamba yang mereka miliki”-QS.Al-mu’minun:6”). Ibnu Abbas berkata : maka setiap persetubuhan selain dengan dua jalan itu (nikah dan pemilikan hamba) adalah haram. (HR.At-tirmidzi).
1407 حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة وابن نمير وزهير بن حرب. جميعا عن ابن عيينة. قال زهير: حدثنا سفيان بن عيينة عن الزهري، عن الحسن وعبدالله ابني محمد بن علي، عن أبيهما، عن علي ؛ أن النبي صلى الله عليه وسلم نهى، عن نكاح المتعة، يوم خيبر. وعن لحوم الحمر الأهلية.
Dan dari Ali, bahwa sesungguhnya Nabi saw melarang nikah mut’ah dan daging himar piaraan pada waktu perang khaibar.(HR.imam muslim).

Hadis pendukung
Riwayat imam muslim
1406. حدثنا إسحاق بن إبراهيم. أخبرنا يحيى بن آدم. حدثنا إبراهيم بن سعد عن عبدالملك بن الربيع بن سبرة الجهني، عن أبيه، عن جده قال:أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم بالمتعة، عام الفتح، حين دخلنا مكة. ثم لم نخرج منها حتى نهانا عنها.
Riwayat Ahmad dan Imam muslim
2494. وفي رواية :أنه كان مع النبي صلى الله عليه وسلم فقال: يأيها الناس إني كنت أذنت لكم في الإستمتاع من النساء وإن الله قد حرم ذلك إلى يوم القيامة فمن كان عنده منهن شئ فليخل سبيله ولا تأخذوا مما اتيتموهن شيئا.(رواه أحمد ومسلم).

Riwayat Ahmad dan Abu daud
2496. وفي رواية عنه: أن رسول الله صلى الله عليه وسلم. في حجة الوداع نهى عن نكاح المتعة.
(رواه أحمد وأبو داود)
Pembahasan
Larangan nikah mut’ah menurut para ulama’
1. Menurut Al-khattabi: “Pengharaman nikah mut’ah berdasarkan ijma’, kecuali sebagian syi’ah dan tidak sah qa’idah mereka yang menyatakan untuk ‘mengembalikan perselisihan kepada Ali’, padahal telah shahih dari Ali pendapatnya bahwa nikah mut’ah telah dihapus hukumnya.”
2. Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengatakan,nikah mut’ah dihalalkan pada tahun al-Fath (Fathul Makkah/penaklukan kota Makkah) dan dilarang pada tahun yang sama, di mana para sahabat telah berdiam selama 30 hari di sana. Sedang menurut Imam Nawawi, pengharaman dan pembolehan ini terjadi dua kali. Pertama, sebelum Khaibar diperbolehkan dan dilarang saat Khaibar pula. Kedua, diperbolehkan pada masa al-Fath yaitu pada hari-hari authas (masa perang Hunain dan Tha’if, 8 H/630 M),dan pada tahun itu juga diharamkan selama-lamanya.
3. Al-Imam Al-Muzani rahimahullah berkata: “Telah sah bahwa nikah mut’ah dulu pernah diperbolehkan pada awal-awal Islam. Kemudian datang hadits-hadits yang shahih bahwa nikah tersebut tidak diperbolehkan lagi. Kesepakatan ulama telah menyatakan keharaman nikah tersebut.” (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1404 karya An-Nawawi)
Dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Wahai manusia! Sesungguhnya aku dulu pernah mengizinkan kalian untuk melakukan nikah mut’ah. Namun sekarang Allah ‘azza wa jalla telah mengharamkan nikah tersebut sampai hari kiamat.” (HR. Muslim)
Adapun nikah mut’ah yang pernah dilakukan beberapa sahabat di zaman kekhalifahan Abu Bakr RA dan Umar RA, maka hal itu disebabkan mereka belum mendengar berita tentang diharamkannya nikah mut’ah selama-lamanya. (Syarh Shahih Muslim hadits no. 1405 karya An-Nawawi)
Gambaran dan Hukum Nikah Mut’ah di zaman Rasulullah SAW
Mut’ah Sering dikaitkan dengan zina, pendapat ini menimbulkan kemusykilan yang amat sangat. Ini karena menyamakan Mut’ah Nikah dengan zina membawa maksud seolah-olah Nabi Muhammad SAW pernah menghalalkan zina dalam keadaan-keadaan darurat seperti perang Khaibar dan pembukaan kota Mekah. Pendapat ini tidak boleh diterima karena perzinaan memang telah diharamkan sejak awal Islam dan tidak ada rokhsah dalam isu zina. Sejarah menunjukkan bahwa Abdullah bin Abbas diriwayatkan pernah membolehan Nikah Mut’ah tetapi kemudian menarik balik fatwanya di zaman selepas zaman Nabi Muhammad SAW. Kalau mut’ah telah diharamkan pada zaman Nabi SAW apakah mungkin Abdullah bin Abbas membolehkannya? Sekiranya beliau tidak tahu [mungkinkah beliau tidak tahu?] tentang hukum haramnya mut’ah apakah mungkin beliau berani menghalalkannya pada waktu itu? Fatwa Abdullah bin Abbas juga menimbulkan tanda tanya karena tidak mungkin beliau berani membolehkan zina [mut’ah] dalam keadaan darurat seperti makan bangkai, darah dan daging babi kerana zina [mut’ah] tidak ada rokhsah sama sekali walaupun seseorang itu akan mati jika tidak melakukan jimak. Sebaliknya Abdullah menyandarkan pengharaman mut’ah kepada Umar al-Khattab seperti tercatat dalam tafsir al-Qurtubi meriiwayatkan Abdullah bin Abbas berkata, ” Sekiranya Umar tidak mengharamkan mut’ah nescaya tidak akan ada orang yang berzina kecuali orang yang benar-benar jahat.”
Begitu juga pengakuan sahabat Nabi SAW yaitu Jabir bin Abdullah dalam riwayat Sohih Muslim, ” Kami para sahabat di zaman Nabi SAW dan di zaman Abu Bakar melakukan mut’ah dengan segenggam korma dan tepung sebagai maharnya, kemudian Umar mengharamkannya karena Amr bin khuraits.” Jelaslah mut’ah telah diamalkan oleh para sahabat Nabi Muhammad SAW selepas zaman Rasulullah SAW wafat. Oleh itu hadith-hadith yang meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW telah mengharamkan nikah mut’ah sebelum baginda wafat adalah hadis-hadis dhaif. Dua riwayat yang dianggap kuat oleh ulama Ahlul Sunnah yaitu riwayat yang mengatakan nikah mut’ah telah dihapuskan pada saat Perang Khaibar dan pembukaan kota Mekah sebenarnya hadith-hadith yang dhaif. Riwayat yang mengaitkan pengharaman mut’ah nikah pada ketika Perang Khaibar lemah karena seperti menurut Ibn al-Qayyim ketika itu di Khaibar tidak terdapat wanita-wanita muslimah yang dapat dikawini. Wanita-wanita Yahudi (Ahlul Kitab) ketika itu belum ada izin untuk dikawini. Izin untuk mengahwini Ahlul Kitab seperti tersebut dalam Surah al-Maidah terjadi selepas Perang Khaibar. Tambahan pula kaum muslimin tidak berminat untuk mengawini wanita Yahudi ketika itu karena mereka adalah musuh mereka. Riwayat kedua diriwayatkan oleh Sabirah yang menjelaskan bahwa nikah mut’ah diharamkan saat dibukanya kota Mekah. hanya diriwayatkan oleh Sabirah dan keluarganya saja tetapi kenapa para sahabat yang lain tidak meriwayatkannya seperti Jabir bin Abdullah, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud? Sekiranya kita menerima pengharaman nikah mut’ah di Khaibar, ini bermakna mut’ah telah diharamkan di Khaibar dan kemudian diharuskan pada peristiwa pembukaan Mekah dan kemudian diharamkan sekali lagi. Ada pendapat mengatakan nikah mut’ah telah dihalalkan 7 kali dan diharamkan 7 kali sehingga timbul pula golongan yang berpendapat nikah mut’ah telah diharamkan secara bertahap seperti pengharaman arak dalam al-Qur’an tetapi mereka lupa bahwa tidak ada ayat Qur’an yang menyebutkan pengharaman mut’ah secara bertahap seperti itu. Ini hanyalah dugaan semata-mata. Yang jelas nikah mut’ah dihalalkan dalam al-Qur’an surah al-Nisa:24 dan ayat ini tidak pernah dimansuhkan sama sekali. Al-Bukhari meriwayatkan dari Imran bin Hushain: “Setelah turunnya ayat mut’ah, tidak ada ayat lain yang menghapuskan ayat itu. Kemudian Rasulullah SAW pernah memerintahkan kita untuk melakukan perkara itu dan kita melakukannya semasa beliau masih hidup. Dan pada saat beliau meninggal, kita tidak pernah mendengar adanya larangan dari beliau SAW tetapi kemudian ada seseorang yang berpendapat menurut kehendaknya sendiri.” Orang yang dimaksudkan ialah Umar. Walau bagaimanapun Bukhari telah memasukkan hadis ini dalam bab haji tamattu. Pendapat Imam Ali AS adalah jelas tentang harusnya nikah muta’ah dan pengharaman mut’ah dinisbahkan kepada Umar seperti yang diriwayatkan dalam tafsir al-Tabari: “Kalau bukan kerana Umar melarang nikah mut’ah maka tidak akan ada orang yang berzina kecuali orang yang benar-benar celaka.” Sanadnya sahih. Justru itu Abdullah bin Abbas telah memasukkan tafsiran (Ila Ajalin Mussama) selepas ayat 24 Surah al-Nisa bagi menjelaskan maksud ayat tersebut adalah ayat mut’ah (lihat juga Syed Sabiq bab nikah mut’ah). Pengakuan Umar yang menisbahkan pengharaman mut’ah kepada dirinya sendiri bukan kepada Nabi SAW cukup jelas bahawa nikah mut’ah halal pada zaman Nabi SAW seperti yang tercatat dalam Sunan Baihaqi, ” Dua jenis mut’ah yang dihalalkan di zaman Nabi SAW aku haramkan sekarang dan aku akan dera siapa yang melakukan kedua jenis mut’ah tersebut. Pertama nikah mut’ah dan kedua haji tamattu”. Perlulah diingatkan bahwa keharusan nikah mut’ah yang diamalkan oleh Mazhab Syiah bukan bermaksud semua orang wajib melakukan nikah mut’ah seperti juga kehalalan kawin empat bukan bermaksud semua orang wajib kawin empat. Penyelewengan yang berlaku pada amalan nikah mut’ah dan kawin empat bukan disebabkan hukum Allah SWT itu lemah tetapi disebabkan oleh kejahilan seseorang itu dan kelemahan akhlaknya sebagai seorang Islam. Persoalannya jika nikah mut’ah sama dengan zina, apakah bentuk mut’ah yang diamalkan oleh para sahabat pada zaman Nabi Muhammad SAW dan zaman khalifah Abu Bakar? [catatan: Nikah mut’ah memang tidak sama dengan zina].
Nabi membolehkan nikah mut’ah dengan syarat, pertama, boleh bagi musafir yang benar-benar butuh. Kedua, harus dengan hadirnya wali perempuan dan 2 saksi. Ketiga, mahar harus disepakati bersama. Keempat, bila masanya habis, perempuan harus ber-iddah. Kelima, bila ada anak nasabnya kepada suami.
Di dalam beberapa riwayat yang sah dari Nabi SAW, jelas sekali gambaran nikah mut’ah yang dulu pernah dilakukan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Gambaran tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
• Dilakukan pada saat mengadakan safar (perjalanan) yang berat seperti perang, bukan ketika seseorang menetap pada suatu tempat. (HR. Muslim hadits no. 1404)
• Tidak ada istri atau budak wanita yang ikut dalam perjalanan tersebut. (HR. Bukhari no. 5116 dan Muslim no. 1404)
• Jangka waktu nikah mut’ah hanya 3 hari saja.(HR.Bukhari no. 5119 dan Muslim no. 1405)
• Keadaan para pasukan sangat darurat untuk melakukan nikah tersebut sebagaimana mendesaknya seorang muslim memakan bangkai, darah dan daging babi untuk mempertahankan hidupnya. (HR. Muslim no. 1406).

Penutup
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa nikah mut’ah pernah dibolehkan ketika zaman Rasul s.a.w. masih hidup, tapi kemudian diharamkan oleh rasulullah s.a.w. sampai hari kiamat. Jika ada yang melaksanakan nikah mut’ah pada masa sekarang, maka nikah mut’ah tersebut hukumnya batal.

DAFTAR PUSTAKA

- Al- Qur’an al-Karim
- Al- Maktabah Al syamilah, sunan At-tirmidzi
- An-Nawawi, Syarah shohih muslim, juz 5.
- Muammil Hamidi, Dkk. Terjemahan Nailul Author Himpunan Hadis-hadis Hukum , PT.Bina Ilmu: Surabaya.
- http://luluvikar.wordpress.com/2004/12/23/kawin-mutah/.
- http://www.rahima.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=602:polemik-nikah-mutah-dalam-islam--al-arham-edisi-32-a&catid=19:al-arham&Itemid=328
- http://saif1924.wordpress.com/2008/01/24/kata-syiah-tentang-nikah-mutah/
a. Pendahuluan
Syari’at islam telah meletakkan sistem kewarisan dalam aturan yang paling baik, bijak dan adil. Agama islam menetapkan hak pemilikan benda bagi manusia, baik laki-laki maupun perempuan dalam petunjuk syara’,seperti memindahkan hak milik seseorang pada waktu masih hidup kepada ahli warisnya, atau setelah dia meninggal, tanpa melihat perbedaan antara anak kecil dan orang dewasa.
Ashabah adalah pewaris harta si mayit yang didalam alqur’an tidak ditetapkan bagiannya secara khusus dengan jumlah tertentu. Kelompok ini didefinisikan oleh sebagian ulama’ sebagai pihak yang menerima seluruh sisa warisan atau tidak menerima sama sekali, ashabah ini hanya menerima harta yang tersisa setelah warisan dibagikan kepada ashabul furuudh.
Firman Allah yang menjelaskan tentang kata ashabah yaitu
         
Mereka berkata: "Jika ia benar-benar dimakan serigala, sedang kami golongan (yang kuat), Sesungguhnya kami kalau demikian adalah orang-orang yang merugi."
- Maksudnya: menjadi orang-orang pengecut yang hidupnya tidak ada artinya.
Menurut ulama’ faro’id ashabah sendiri mempunyai arti yaitu setiap laki-laki yang mendapatkan semua bagian warisan, apabila dia sendirian dan mengambil bagian sisa setelah ahli waris yang lain mengambil bagiannya masing-masing.
Hak ashabah sendiri akan dijelaskan lebih rinci dalam pembahasan dibawah ini.
b. Pembahasan
a. Pembagian ashabah dalam hadis
Hadis utama
Riwayat imam bukhori
6737حدثنا سليمان بن حرب حدثنا وهيب حدثنا ابن طاوس عن أبيه عن إبن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم ألحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فلأولى رجل ذكر(رواه بخاري)
Berikanlah bagian waris yang telah ditentukan bagian-bagiannya kepada mereka yang berhak,kemudian apa yang sisa maka diperuntukkan untuk kerabat paling dekat yang laki-laki.(H.R.Bukhari).
2179. حدثنا عبد الله بن عبد الرحمن أخبرنا مسلم بن إبراهيم حدثنا وهيبٌ حدثنا ابن طاوس عن أبيه عن ابن عباس عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: (ألحقوا الفرائض بأهلها فما بقي فهو لأولي رجل ذكر) .(رواه الترميذي)
Hadis pendukung
حدثنا إسحاق بن إبراهيم ومحمد بن رافع وعبد بن حميد وللفظ لإبن رافع قال إسحاق حداثنا وقال الأخران أخبرانا عبد الرزاق أخبرانا معمر عن إبن طاوس عن أبيه عن إبن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم اقسموا المال بين أهل الفرائض على كتاب الله فما تركت الفرائض فلأولى رجل ذكر. (روه إمام مسلم).

2898حدثنا أحمد بن صالح ومخلد بن خالد، وهذا حديث مخلد، وهو أشبع قالا: ثنا عبد الرزاق، ثنا معمر، عن ابن طاوس، عن أبيه، عن ابن عباس قال:قال رسول اللّه صلى اللّه عليه وسلم "اقسم المال بين أهل الفرائض على كتاب اللّه، فما تركت الفرائض فلأولى ذكرٍ".(رواه ابو دود).

حدثني محمد بن رافع حدثنا شبابة قال حدثني ورقاء عن أبي الزناد الأعراج عن أبي هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال والذي نفس محمد بيده ان على الأرض من مؤمن إلا ان أولى الناس به فأ يكم ما ترك دينا اوضياعا فأنا مولاه وايكم ترك مالا فإلى العصبة من كان.(روه مسلم)
Dari abu hurairah dari Nabi SAW, beliau bersabda, demi dzat yang jiwa muhammad berada ditanganNya tidak seorang juapun orang beriman dimuka bumi ini melainkan akulah orang yang paling harus bertanggung jawab, maka siapa saja diantaramu yang meninggalkan mati utang atau anak yang terlantar akulah walinya, dan siapa saja yang meninggalkan harta maka untuk ahli waris kerabat dekat( ashabah) yang ada.) H.R Imam muslim)

Takhrij hadis
1. Sulaiman bin kharb
a. Nama lengkap : Sulaiman bin Harb bin Bajil Al-azdiyu Al-wasyihiyy,Abu ayyub
Al-basri. Beliau lahir pada tahun 144H, dan wafat pada tahun 224H
b. Guru : Syu’bah,Muhammad bin Tolhah bin Musorrif,Wuhaib bin khalid.
c. Murid : Imam Al-Bukhori, Isa bin Yunus,Yahya bin Sa’id Al-khattan,
Abu Ma’syar Yusuf bin Yazid Al-baro’i,Abu jaroh Al-mahri,
d. Kredibilitas : dalam kitab tahdzib at-tahdzib Ibnu Hajar menyebutnya sebagai seorang yang tsiqoh,dan penghafal.

2. Wuhaib
a. Nama lengkap : Wuhaib bin Kholid bin ‘Ajlan Al-bahily,Abu Bakr Al-basri. Beliau
Lahir pada tahun 165H, dan wafat pada tahun 69H.
b. Guru :Hamid Attuwail,Ayyub,Kholid, Daud bin Abi Hindun,Sa’id Al-jarir,
Yahya bin Abi ishaq Al-hadrimy,Haitsum bin ‘Irok, Yahya bin Sa’id
Al-anshori,Ja’far shodiq,Hisyam bin ‘Irwat, Ubaidillah bin Umar, Mansur bin Shofiyah, Musa bin Uqbah, Abi khayan attimi, Ibnu juraij, Amru bin yahya Al-mazini, Ibnu syabramah,Abdul aziz bin shohib bin mu’tamar, Sahil bin Abi sholih, Abi hazm bin dinar, Ibnu tawus, Imaroh bin goziyah.
c. Murid : Ismail bin ‘illiyah,Ibn mubarok,Ibnu mahdi,Qattan,Yahya bin adam
Ahmad bin ishaq al-hadrimi,Bahz bin as’ad, Hiban bin hilal,
Abu sa’id, Abu daud, Abu walid, Abu hisam Al-mahzumi,
Sulaiman bin Kharb,
Arim, Musa bin ismail, Muslim bin ibrahim.
d. Kredibilitas : menurut ibnu hajar al-asqolani beliau termasuk orang yang tsiqoh
Tsabit, Dan menurut ad-dzahabi beliau adalah orang yang hafid.

3. Ibnu thowus
a. Nama lengkap : Abdullah bin Thowus bin Kaisan Al-yamani, Abu Muhammad
Al-abanawi. Beliau wafat pada tahun 132H.
b. Guru : diriwayatkan dari ayahnya(Thowus), Atto’, Amru bin su’aib, Ali
bin Abdullah bin Abbas.
c. Murid : Muhammad, Amru bin Dinar. Ayyub, Ibnu Ishaq,
Mu’ammar, Ruh bin Qosim, Ibnu Juraij, Wuhaib bin Khalid.
d. Kredibilitas : beliau termasuk orang yang tsiqoh fadzil ‘abid.

4. Thowus
a. Nama lengkap : Thowus bin kaisan al-yamani, Abu Abdurrahman Al-himyari
Al-janadi. Dan Thowus adalah nama panggilan, beliau wafat pada
tahun 106H.
b. Guru : Ibnu Juraij, Attho’, Ibnu Abbas.
c. Murid : Ibnu Thowus(Abdullah),Wahab bin Munabih, Sulaiman At-taimi,
Sulaiman Al-ahwal, Abu Zubair.
d. Kredibilitas : beliau termasuk orang yang tsiqoh faqih fadzil.

5. Ibnu abbas
a. Nama lengkap : Abdullah binAbbas binAbdul Muthalib Al-hasyim,wafat pada tahun
68H di thoif.
b. Guru : beliau berguru langsung kepada Rasulullah SAW.
c. Murid : Ibrahim bin Abdullah bin Mu’id bin Abbas, Al-arqom bin Sarhabil
Al-audi,Ishaq bin Abdullah bin kinanah, Abu amamah As’ad bin
Sahal bin Hanif, Isma’il bin Abdurrahman As-saddi, Thowus bin
kaisan Al-yamani.
d. Kredibilitas : shohabi.

d. Validitas hadis
` Hadis diatas adalah hadis shohih karena sanadnya sambung, dikutip oleh orang yang adil lagi cermat dari orang yang sama, sampai berakhir pada Rasulullah saw, atau kepada sahabat atau kepada tabi’in, bukan hadis yang syadz (kontroversial) dan terkena ilat, yang menyebabkan cacat penerimaannya.

Syarah hadis
Hadis diatas menjelaskan tentang hak waris bagi ashabah, dan bagian-bagianya sudah dijelaskan dalam Al-qur’an seperti dalam surat An-nisa’ ayat 11.

                              •                       •                       •     
Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, Maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(Q.S An-nisa’:11)
bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah Karena kewajiban laki-laki lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar maskawin dan memberi nafkah. (lihat surat An Nisa’ ayat 34). lebih dari dua maksudnya : dua atau lebih sesuai dengan yang diamalkan nabi.
Dalam pemahaman tentang ashabah adalah bermakna sisa, tapi tidak sepenuhnya tepat. Bisa dikatakan demikian karena dalam perhitungan penyelesaian pembagian harta tinggalan dimana ahli waris yang dinyatakan berkedudukan sebagai ahli ashabah akan memperoleh baqin (sisa harta). Pemerolehan baqin itu sendiri dirumuskan dalam lima macam kemungkinan :


1. Memperoleh hak atas seluruh harta tinggalan yang dialihkan kepadanya dari pewaris.
2. Memperoleh hak dengan sama rata bersama-sama ahli waris lain dari sebagian harta tinggalan yang dialihkan kepadanya dari pewaris.
3. Memperoleh hak atas sisa dari seluruh harta tinggalan setelah dikurangi bagian yang mendasarkan hak furudun muqoddaroh ahli waris selain dia(ahli ashabah).
4. Memperoleh hak atas sebagian harta tinggalan dengan rumus dua untuk pria dan satu untuk perempuan.
5. Tidak memperoleh bagian harta tinggalan apapun.
Kata ذكر dalam hadis diatas sebagi penegas bahwa yang berhak mendapatkan hak tersebut adalah seorang laki-laki dan tidak menyertakan perempuan karena itu merupakan syarat. Orang yang paling dekat dengan mayit anak laki-laki, disusul cucu yang berasal dari anak laki-laki, ayah, kemudian kakek dari garis ayah terus keatas. Disamping kelompok tersebut juga saudara laki-laki, anak saudara laki-laki, paman dari pihak ayah, kemudian anak paman dari pihak ayah, semua itu dinamakan ‘ashabah nasabiyah. dan tidak hanya laki-laki dewasa saja atau cukup umur yang mendapatkan hak ashabah melainkan bayi laki-lakipun berhak mendapatkan warisan sebagai ashabah dan menguasai seluruh harta warisan yang ada jika dia sendirian. Inilah makna dari sabda Rasulullah SAW dalam menggunakan kata dzakar.
Hadis diatas memperoleh penjelasan tafsir dari beberapa ulama’ yang dapat nilai saling melengkapi dan tidak terdapat pertentangan tafsir. Diantaranya yang dikemukakan oleh al- khattabi yang mengatakan bahwa yang dimaksud aula adalah laki-laki paling dekat dalam hubungan ‘usbah, ibnu batal mengatakan adalah laki-laki dari hubungan ‘usbah dari ahli furud manakala ia lebih dekat dengan yang meninggal mendapatkan haknya sebelum yang lebih jauh tapi bila setingkat maka mereka bersekutu. Sedangkan ibnu munir mengatakan bahwa didalam hadis tersebut tidak ada maksud membicarakan dekat jauhnya hubungan yang sekandung dengan yang seayah atau yang seibu.
Ibnu al-Tin membicarakan makna rajulun dzakarin yang menurutnya mempunyai arahan kehubungan sesudah paman, keturunan dari saudara dan keturunan paman. Maksudnya bahwa batasan laki-laki itu untuk mulai dari paman,anak saudara, anak paman, sebab hak yang diperuntukkan pada yang lebih dekat telah dinaskan didalam ayat mawaris, seperti dalam firman Allah dalam surat An-nisa’ ayat 176 yang mengatur tentang bagian waris untuk saudara kandung si pewaris, yang berlaku juga untuk yang seayah, mengandung aturan yang sama dengan pengaturan untuk anak kandung yakni sasaran yang diatur memperhatikan tiga kemungkinan, yang pertama kalau saudara itu laki-laki dan perempuan, yang kedua kalau saudara itu perempuan semua, dan yang ketiga kalau saudara itu laki-laki semuanya. Bila laki-laki dan perempuan maka saudara ditentukan memperoleh bagiannya sama seperti untuk anak kandung. Dengan bunyi firman-Nya:
                    
dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) Saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.(Q.S.An-nisa’176).
Sedangkan saudara perempuan seibu tersebut dalam firman Allah surat An-nisa’:12
   • 
tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), Maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.(Q.S.An-nisa’,12).
Menurut ibnu abbas pada hadis diatas jika orang yang lebih dekat dari mayit yaitu anak perempuan, saudara perempuan, dan saudara laki-laki maka bagian anak perempuan ½ dan sisanya untuk laki-laki, sedangkan untuk saudara perempuan tidak mendapatkan apa-apa.
e. Kesimpulan
Dari pemahaman diatas bisa disimpulkan bahwa:
1. Yang berhak mendapatkan hak ashabah adalah kerabat laki-laki yang lebih dekat dengan si mayit sehingga ‘asib yang lebih jauh tidak mendapatkan hak selagi masih ada yang lebih dekat.
2. Untuk bagian-bagian ahli waris telah dijelaskan dalam alqur’an, seperti dalam surat an-nisa’ ayat,11,12,176.
3. Dan yang mendapatkan hak ashabah tidak hanya laki-laki dewasa, melainkan bayi laki-laki berhak mendapatkan hak waris sebagai ashabah jika sendirian.

DAFTAR PUSTAKA
• Al-Qur’an al-karim.
• Al-Maktabah As-Syamilah dalam kitab At-Tahdibu Al-Kamal.
• Al-Maktabah al-syamilah,kitab Shohih al-Bukhori.
• Al-maktabah al-syamilah, kitab Sunan at-Tirmidzi
• Al-maktabah al-syamilah, kitab Shohih Muslim
• Al-maktabah al-syamilah, kitab Sunan Abu Daud
• Ash-shabuni Ali Muhammad: Pembagian Waris Menurut Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 1995.
• Achmad Kuzari.Drs: Sistem Ashabah (Dasar pemindahan hak milik atas harta tinggalan), PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996.
• Subhi As-shalih.Drs: Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2007.
GEU SARAM (THAT PERSON) OST. BREAD,LOVE AND DREAM

geu saram nal utge han saram
geu saram nal ulge han saram
geu saram ttatteutan ipsullo naege
nae simjangeul chajajun saram

geu sarang jiul su eomneunde
geu sarang ijeul su eomneunde
geu saram nae sum gateun saram
geureon sarami tteonaganeyo.

geu sarama saranga apeun gaseuma
amugeotdo moreun sarama.
saranghaetgo tto saranghaeseo
bonael su bakke eomneun sarama.. nae saranga

nae gaseum neodeol georindedo
geu chueok nareul sewo jjilleodo
geu saram heullil nunmuri
nareul deoukdeo apeuge haneyo


geu sarama saranga apeun gaseuma
amugeotdo moreuneun sarama
nunmul daesin seulpeum daesin
nareul itgo haengbokhage sarajwo...nae saranga
urisarmi dahaeseo uri dunun gameulttae geuttae hanbeon gieokhae

geu sarama saranga apeun gaseuma
amugeotdo moreun sarama.
saranghaetgo tto saranghaeseo
bonael su bakke eomneun sarama..
nae saranga nae saranga nae saranga


Translation
That person was the one who made me smile
That person was the one who made me cry
With her warm lips to me
That person found my heart

I can’t erase that love
I can’t forget that love
That person was like my oxygen
That person is now leaving

That person. That love. My aching heart
You didn’t know anything
I loved you, and I love you
That’s why I have no choice but to let you leave… my love

Even if my heart becomes tattered
Even if that memory pains me all day
The tears that person sheds
Hurts me even more

That person. That love. My aching heart
You didn’t know anything
Instead of tears, instead of pain
Forget about me and live happily... my love

When our lives are over and we close our eyes,
Then remember me one time
That person. That love. My aching heart
You didn’t know anything
I loved you, and I love you
That’s why I have no choice but to let you leave… my love

My love... my love... my love....

Translate

 

SANG BINTANG CUBBY Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal